Kamis, 19 Desember 2013

Analisis Pengaruh Pembuatan Subsidi BBM Terhadap M1 dan M2 serta Income Perkapita

 

Pengaruh Pembuatan Subsidi BBM Terhadap M1 dan M2 Income Perkapita

Kelompok :
Ade Melisa                             20212126
Eva Noor Octania                  22212575
Indriyani Rachmawati           28212419
Ine Lettysia                            23212728
Malicha Aulia Zatalini           24212401

SMAK06-3

Sebelumnya, pemerintah memberikan subsidi BBM guna memudahkan rakyat dalam hal penyelenggaraan kegiatan ekonomi. Kenyataannya, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh sindikat pengusaha yang semestinya tidak menggunakan BBM bersubsidi dalam hal operasional perusahaannya. Pengeluaran pemerintah membengkak akibat dari permintaan BBM bersubsidi yang melonjak.
            Pada akhirnya, pemerintah memutuskan untuk membatasi jumlah BBM bersubsidi. Hal ini menuai pro kontra dan dampak yang tidak dapat terhindarkan. Kondisi perekonomian terpengaruh akibat dari pengambilan kebijakan tersebut. Kebijakan pembatasan BBM diambil karena tidak kuatnya pemerintah dalam memberikan subsidi terhadap masyarakat yang didapat dari alokasi anggaran Negara. Pembatasan subsidi BBM menyebabkan mahalnya barang-barang lain.
            Pembatasan subsidi BBM juga dapat menyebabkan biaya produksi meningkat. BBM sangat mempengaruhi setiap kegiatan operasional perusahaan. Inflasi yang terjadi pada kondisi ini adalah Cost Push Inflation. Karena inflasi disebabkan biaya produksi yang meningkat, jika dilihat dari segi sumbernya, inflasi pada kondisi ini dikategorikan sebagai Domestic Inflation. Hasrat dalam berinvestasi juga merosot karena perkembangan beberapa perusahaan yang stagnan, masyarakat yang memiliki penghasilan yang tetap tetapi harga dari kebutuhan yang meningkat akan berupaya meminimalisasi kuantitas dari permintaanya atau mengganti kepada barang lain yang kualitasnya jauh lebih rendah.
Dalam kondisi inflasi seperti ini, peran Bank sentral sangat dibutuhkan. Bank Indonesia berperan dalam mengatur jumlah uang beredar di mayarakat. Kenaikan harga BBM menyebabkan dampak yang bersifat konkret yaitu jumlah uang beredar di masyarakat meningkat. Langkah yang dapat dilakukan Bank Indonesia adalah mengatur tingkat suku bunga. Kebijakan ini biasa disebut politik diskonto yang merupakan salah satu dari kebijakan moneter. 
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

PEMBAHASAN

1.     Pengaruh Jumlah Uang Beredar
Definisi
·        Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal. Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
·        Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari uang beredar dalam arti sempit dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Untuk menjaga kestabilan nilai mata uang, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diberikan beberapa wewenang dalam melakukan tugasnya. Dengan merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan uang beredar dan suku bunga dalam perekonomian agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang tidak boleh dilakukan secara fleksibel.  Hal ini akan mempersulit dan menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi terkendala dan lesu jika Bank Indonesia terlalu intervensi dalam hal pengendalian jumlah uang beredar. Sebaliknya, pengendalian uang beredar dan suku bunga tidak boleh terlalu longgar karena akan menyebabkan tidak terpeliharanya kestabilan nilai uang, yang akan mendorong merosotnya kepercayaan masyarakat dan mempersulit perencanaan bisnis para pengusaha. Hasil analisa dan pemantauan yang dilakukan oleh bank sentral kemudian akan digunakan dalam melaksanakan kebijakan moneternya baik melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. 

2.     Pengaruh Pembatasan subsidi BBM dengan income per kapita
Sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa subsidi BBM yang dibatasi pemerintah akan mengakibatkan inflasi. Hal ini juga mengakibatkan biaya produksi yang meningkat  kerja mengalami penurunan. Biaya atas tenaga kerja juga semakin besar, akibatnya Pemutusan Hubungan Kerja akan terjadi. Hal ini mengakibatkan pengangguran, dan pendapatan nasional pun akan semakin kecil. merupakan salah satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Inflasi akibat cost push inflation akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
Dalam hal menyikapi inflasi diperlukan tindakan yang bersifat terbailik terhadap inflasi itu sendiri. Jika tingkat inflasi tinggi yang mengakibatkan tingkat pengangguran tinggi maka perusahaan akan mengambil tindakan mengurangi tenaga kerja yang digunakan, yaitu pemutusan hubungan tenaga kerja untuk merendahkan inflasi itu sendiri agar masyarakat memiliki daya beli terhdapa produksi sektor industri, yang membuat jumlah uang bered   perlukan maka diperlukan apabila tingkat inflasi rendah, maka tingkat pengangguran menjadi tinggi. Inflasi dan pengangguran merupakan dua keadaan yang sering dialami bersama-sama dalam suatu periode dan keduanya seringkali tidak dapat didamaikan. Mempertahankan pengerjaan penuh atau full employment dan mendorong pertumbuhan ekonomi menghendaki kebijaksanaan yang sampai tingkat tertentu menimbulkan inflasi. Hal ini disebabkan karena:
·       pembangunan memerlukan investasi
·       pengeluaran pemerintah untuk investasi menimbulkan permintaan barang dan jasa naik
·       kenaikan permintaaan menimbulkan harga-harga naik
Jadi, untuk meringankan inflasi harus ada sedikit pengangguran, sehingga hal ini menimbulkan suatu trade off. Tenaga kerja dapat dikurangi hingga mendekati pengerjaan penuh, tetapi inflasi menjadi rendah.

Sumber:

Analisis Pengaruh Elasitas Harga Terhadap Supply dan Demand Produk Primer, Sekunder, Tersier



Kebutuhan Tersier

Kelompok :

Ade Melisa                             20212126
Eva Noor Octania                  22212575
Indriyani Rachmawati           28212419
Ine Lettysia                            23212728
Malicha Aulia Zatalini           24212401

SMAK06-3


Setelah kita membahas kebutuhan primer dan sekunder, kita akan membahas mengenai kebutuhan tersier. Kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang mewah, mahal, dan berlebihan. Kebutuhan tersier diperlukan jika kebutuhan primer dan sekunder sudah terpenuhi dahulu. Kebutuhan tersier dilakukan oleh orang yang berpendapatan tinggi dan dilakukan untuk meningkatkan prestise atau kebanggaan di mata masyarakat. Contohnya adalah apartemen, kapal persiar yang mewah, jalan-jalan keberbagai negara.
Kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan dan penawaran, dimana letak pengaruhnya berbeda-beda. Sebelumnya kita memahami dulu bagaimana hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dan apa elasitas harga itu.
Hukum permintaan “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Hukum penawaran “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Elasitas harga dapat kita artikan atau definisikan yaitu pengaruh dari perubahan harga dengan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan.


Rumus Elasitas Permintaan :
  Rumus Elasitas Penawaran :


Kebutuhan tersier atau kebutuhan akan sesuatu yang mewah yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersier ini berlaku jika kebutuhan primer dan sekunder yang sebelumnya sudah terpenuhi, dan hanya sebagian orang saja yang memenuhi kebutuhan tersier ini. Kebutuhan tersier tidak dapat dipaksakan agar semua orang memenuhi kebutuhan tersier.
Dari pernyataan tersebut, elasitas harga permintaannya adalah inelasitas sempurna karena berapapun harga barang tersebut (naik atau turun) maka masyarakat yang berpendapatan lebih akan membelinya sesuai kebutuhan. Misalkan, Rani memiliki pendapatan lebih dan ia membutuhkan sebuah mobil untuk mempermudah aktifitasnya. Walaupun harga jual mobil sedang naik atau turun, rani akan tetap membeli sebuah mobil sesuai kebutuhannya.

Gambar. Kurva Permintaan Inelastis Sempurna.

Elasitas harga penawaran yang mendasarinya adalah inelastis (E<1), perubahan presentase harga barang yang ditawarkan menyebabkan perubahan presentase jumlah barang yang ditawarkan lebih kecil dengan kata lain perubahan harga kurang berpengaruh pada perubahan penawaran sehingga jumlah yang ditawarkan relative tidak sensitive terhadap perubahan harga. Ini terjadi pada penawaran barang-barang mewah yang termasuk kebutuhan tersier.


Gambar. Kurva Penawaran Inelastis.



Analisis Pengaruh Elasitas Harga Terhadap Supply dan Deman Produk Primer, Sekunder, Tersier




Kebutuhan Sekunder

Kelompok :

Ade Melisa                             20212126
Eva Noor Octania                  22212575
Indriyani Rachmawati           28212419
Ine Lettysia                            23212728
Malicha Aulia Zatalini           24212401

SMAK06-3

Setelah kita membahas kebutuhan primer, kita akan membahas mengenai kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang diperlukan dan dapat dipenuhi jika kebutuhan primer sudah terpenuhi dan dapat menunjang kebutuhan primer. Manusia memenuhi kebutuhan sekunder dalam rangka mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial yang berbudaya. Contohnya adalah pendidikan yang lebih baik, kendaraan yang lebih bagus.
Kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan dan penawaran, dimana letak pengaruhnya berbeda-beda. Sebelumnya kita memahami dulu bagaimana hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dan apa elasitas harga itu.
Hukum permintaan “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Hukum penawaran “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Elasitas harga dapat kita artikan atau definisikan yaitu pengaruh dari perubahan harga dengan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan.

Rumus Elasitas Permintaan :
  Rumus Elasitas Penawaran :

Kebutuhan sekunder ini dipenuhi jika kebuhan primer sudah terpenuhi terlebih dahulu. Tidak dipaksakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sekunder ini, hanya untuk orang-orang yang menginginkan kebutuhan sekundernya terpenuhi.
Dari pernyataan ini, elasitas harga permintaannya adalah elasitas uniter (E=1), terjadinya perubahan tingkat harga mengakibatkan perubahan jumlah permintaan pada tingkat presentase yang sama dan menggambarkan ΔQ = ΔP tidak terpengaruh penjualan meski harga mengalami naik – turun harga, terjadi pada barang-barang biasa atau barang sekunder. Bentuk kurvanya adalah cembung terhadap titik nol (titik pusat) atau rectangular hyperbola, dimana setiap titik pada kurva mempunyai elastisitas sama yaitu e = 1.


Gambar. Kurva Permintaan Elasitas Uniter.

Elasitas harga penawarannya adalah elastis (>1), semakin banyak perubahan barang yang ditawarkan maka perubahan harganya tidak terlalu besar (kecil) karena masyarakat akan terlebih dulu mementingkan kebutuhan primernya dibandingkan kebutuhan sekunder, dan tidak dipaksakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Misalkan, Budi adalah seorang distributor gadget keluaran terbaru, ia akan menawarkan dan menjual barangnya dengan taktik “buy one get free one”dan diskon setengah harga. Dengan penawaran tersebut, maka masyarakat akan lebih memilih diskon setengah harga karena sisa uang dari belanja tersebut bisa digunakan untuk disimpan atau membeli barang yang lainnya dari pada digunakan untuk membeli barang yang sama.

Gambar. Kurva Pernawaran Elastis.