Kamis, 12 Desember 2013

Konsep Backward Bending Supply Disektor Tenaga Kerja



Konsep Backward Bending Supply Disektor Tenaga Kerja
Nama  : Malicha Aulia Zatalini
NPM   : 2421401
Kelas   : SMAK06-3
Ujian Teori Ekonomi

Ekonomi ketenagakerjaan mempelajari keputusan-keputusan dan akibatnya dari proses kerja organisasi, fungsional, dan individu yang berpasrtisipasi di pasar kerja, mempelajari kebijakan-kebijakan masyarakat yang berhubungan dengan pekerjaan dan upah, mempelajari bagaimana motivasi mereka tehadap rangsangan yang ada (dikarenakan sumber-sumber yang relatif langkah untuk pilihan-pilihan individu). Pada akhirnya, membandingkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat atau keuntungan yang akan didapat (Elliot, 1990).
Pengertian  tenaga kerja atau manpower yaitu, mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Penawaran atau penyediaan  tenaga kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang sedang dan siap untuk bekerja serta pengertian kualitas usaha kerja yang diberikan.
Backward bending supply curve adalah kurva yang membalik ke belakang dengan meningkatnya tingkat upah. Apabila efek pendapatan lebih dominan dibandingkan dengan efek substitusi, maka individu akan berupaya untuk mengurangi waktu kerja dan menikmati lebih banyak waktu luang. Dengan demikian apabila efek pendapatan lebih besar dibandingkan efek substitusi maka akan terjadi backward bending labor supply curve.
Pada tingkat upah diatas upah reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif sampai pada titik tertentu. Keadaan selanjutnya akan berubah jika seseorang kesejahteraannya sudah baik atau mempunyai suatu keahlian yang lebih dan jumlah jam kerja yang ditawarkan semakin berkurang pada saat upah meningkat yang mengakibatkan slope kurva penawaran tenaga kerja menjadi negatif. Kurva ini disebut kurva penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang (backward bending labour supply curve).


            Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja, dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Lebih lanjut, masing-masing dari ketiga komponen dari jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan tergantung pada upah pasar. Jangka pendek dalam penawaran tenaga kerja yaitu jangka waktu dimana individu dalam penduduk yang telah tertentu jumlahnya tidak dapat mengubah jumlah modal manusia. Sehingga asumsi yang digunakan ketrampilan dari individu telah tertentu. Selanjutnya, menutup kemungkinan terhadap penyesuaian-penyesuaian yang lain, seperti migrasi yang memungkinkan individu dapat melakukan perubahan upah. Sedangkan jangka panjang dalam penawaran tenaga kerja yaitu penyesuaian yang dilakukan individu untuk memaksimalkan utilitas dalam jumlah tenaga kerja yang mereka sediakan apabila kendala upah pasar dan pendapatan mengalami perubahan. Suatu penyesuaian akan bersifat jangka panjang dalam perubahan-perubahan partisipasi tenaga kerja. Terutama terdapat penambahan yang besar dalam tingkat partisipasi angkatan kerja di kalangan wanita yang telah menikah dan penurunan dalam tingkat partisipasi kaum pekerja yang berusia lanjut, berusia anak-anak, dan berusia lebih muda. Penyesuaian lainnya ialah dalam bentuk jumlah penduduk. Suatu analisis jangka panjang tentang penawaran tenaga kerja menjajaki hubungan antara kesuburan (fertilitas) dan perubahan jangka panjang dalam upah pasar pendapatan.
Penawaran tenaga kerja di suatu daerah merupakan penjumlahan penawaran dari tiap-tiap keluarga dalam suatu daerah. Misalkan dalam suatu daerah tertentu terdapat hanya tiga keluarga, A, B, C dengan masing-masing kurva penawaran Sa, Sb, Sc. Pada tingkat upah W1, tidak ada keluarga yang menawarkan jasanya untuk bekerja sehingga penawaran tenaga kerja di daerah tersebut menjadi nol. Untuk tingkat upah W2, keluarga A menawarkan W2A, keluarga B menawarkan W2B dan keluarga C menawarkan nol. Untuk daerah tersebut, penawaran tenaga kerja adalah W2B yaitu W2A (yang sama dengan W2A) ditambah dengan AB (yang sama dengan W2B). Pada tingkat upah W3, keluarga A menawarkan W3C, keluarga B menawarkan W3D, dan keluarga C menawarkan W3E. Penawaran untuk daerah tersebut adalah W3E yaitu penjumlahan W3C (yang sama dengan W3C), CD (yang sama dengan W3D) dan DE (yang sama dengan W3E). Penawaran tenaga kerja untuk daerah ini Sn merupakan fungsi dari tingkat upah. 


Sumber :


Konsep Budget Dan Kepuasan Optimal



Konsep Budget Dan Kepuasan Optimal

Nama  : Malicha Aulia Zatalini
NPM   : 2421401
Kelas   : SMAK06-3
Ujian Teori Ekonomi

Kata “kepuasan atau satifasfaction” berasal dari bahasa latin “satis” artinya cukup baik dan “facio” artinya melakukan atau membuat. Secara sederhana kepuasan adalah upaya pemenuhan sesuatu. Setiap orang mengharapkan dapat merasakan kepuasan yang maksimal.
Dalam  teori ekonomi,  seseorang yang mengalokasikan sumber daya ekonominya atau uang dalam memuaskan keinginan dan kebutuhan dari suatu prodok atau beberapa produk dibahas dalam perilaku konsumen.  Terdapat dua pendekatan untuk menganalisis perilaku konsumen dalam memuaskan keinginan atau kebutuhannya, yaitu pendekatan kardinal dan pendekatan oridinal.

·       Pendekatan Kardinal
Dalam pendekatan cardinal, utilitas atau kegunaan suatu barang atau jasa dapat dikur dan dihitung secara nominal. Pendekatan cardinal dapat dianalisis dengan menggunakan konsep utilitas marjinal. Asumsi dalam pendekatan ini adalah :

1.     Konsumen bertindak rasional, memaksimalkan kepuasan dengan batas anggarannya.
2.     Pendapatan konsumen tetap.
3.     Uang memiliki nilai subjektif yang tetap.

Keputusan untuk mengonsumsi atau menggunakan suatu barang berdasarkan perbandingan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Contohnya, sebuah raket akan lebih berguna bagi pemain tenis dari pada pemain sepak bola, sedangkan pemain sepak bola, bola akan lebih berguna dari pada raket.
            Nilai kegunaan yang diperoleh dari konsumsi disebut utilitas total (TU). Tambahan kegunaan dari penambahan satu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal (MU). Semakin banyak unit yang dikonsumsi oleh individu maka akan semakin besar kepuasan total yang diperolehnya. Meskipun utilitas total meningkat , namun tambahan (utilitas) yang diterima dari mengonsumsi tiap unit tambahan tersebut biasanya semakin menurun, karena MU sudah <0 (negative).
Hal ini yang mengakibatkan semakin menurun ( the law of diminishin marginal utility). Hukum ini pertama kali diperkenalkan oleh H.H. Gosen (1810-1858), seorang ahli ekonomi dan matematika Jerman. Lalu hukum ini dikenal dengan Hukum Gossen I. Contoh turunnya utilitas sampai titik tertentu, jika Rudi meminum segelas es teh atau teh panas akan terasa sangat menyegarkan, gelas kedua masih terasa segar dan gelas ketiga Rudi merasa bosan bahkan mual.

Data kuantitatif dari contoh

 Dari data tersebut, terlihat bawa total utilitas (TU) meningkat dengan kenaikan konsumsi. Adapun utilitas marjinal (MU) semakin menurun dengan kenaikan konsumsi. Data tersebut dapat digambarkan oleh kurva indiverence.


Hukum Gossen II, adanya usaha setiap orang untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhannya berbanding harga barang hingga memperoleh tingkat optimalisasi konsumsinya. Dengan tingkat pendapatan tertentu konsumen akan berusaha mengonsumsi berbagai macam barang hingga rasio antara MU dengan harga sama untuk semua barang atau jasa yang dikonsumsi.
Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
·       Pendekatan Oridinal
Pertama kali diperkenalkan oleh Francis Edgeworth dan Vilfredo Pareto. Asumsi dari pendekatan ini adalah :

1.     Konsumen bertindak rasional, ingin memuaskan kepuasannya.
2.     Konsumen memiliki pilihan barang berdasarkan besarnya nilai guna.
3.     Konsumen memiliki uang.
4.     Konsumen konsisten dengan pilihannya.

Pendekatan ordinal menganggap kenikmatan konsumen tidak dapat dinyatakan secara kuatitatif. Pendekatan ini menganalisis dengan menggunakan kurva indiferen dan garis angaran.

Perbedaan Antara Pendekatan Kardinal Dengan Ordinal

Pandangan antara besarnya utility menganggap bahwa besarnya utiliti dapat dinyatakan dalam bilangan/angka. Sedangkan analisis ordinal besarnya utility dapat dinyatakan dalaml bilangan/angka.

Analisis cardinal mengunakan alat analisis yang dinamakan marginal utiliy(pendekatan marginal). Sedangkan analisis ordinal menggunakan analisis indifferent curve atau kurva kepuasan sama.


·       Kurva indiferen
Kurva yang menunjukan berbagai kombinasi konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Rumus kurva indiferen adalah :

U = X . Y

Keterangan :

U = Tingkat Kepuasan
X = Konsumsi 1
Y = Konsumsi 2


·       Kurva Garis Anggaran
Kurva yang menunjukan kombinasi konsumsi yang membutuhkan anggaran yang sama.  Lereng garis ini adalah perbandingan harga dari dua jenis barang: Pa/Pb atau harga relatif dari setiap barang.


·       Keseimbangan Konsumen
Konsumen telah mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi. Uang yang tersedia dapat mencapai tingkat kepuasan yang maksimal. Dilihat dari kurva, kondisi keseimbangan tercapai bila kurva garis anggaran (tingkat kemampuan) berpotongan dengan kurva indifenesi (tingkat kepuasan). Syarat Keseimbangan:

1.     MUx/Px = MUy/Py = ….= MUn/Pn
2.     Px Qx + Py QY + ……+  Pn Qn = M

Keterangan:

MU  = Marginal utility
P      = Harga
M     = Pendapatan konsumen


Kurva Keseimbangan Konsumen


Simpulan
Jadi, dapat disimpulkan yaitu, seseorang merasakan kepuasan yang maksimal jika pendapatannya dialokasikan untuk pengeluarannya dan mengkonsumsi suatu barang atau berbagai barang. Seorang merasa puas jika kurva anggaran berpotongan dengan kurva indiferen. Menurut pendekan cardinal, kegunaan dapat dihitung secara nominal. Mengonsumsi secara terus menerus dapat menyebabkan kebosanan,sehingga kurva TU menurun. Maka dari itu, jangan berlebihan dalam mengonsumsi produk, karena akan merasakan kejunahan dan merasakan kepuasan maksimal yang hanya sebentar saja.

Sumber :
Buku Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga, Pengarang Prathama Rahardja dan Mandala Manurung.

Flow Dan Linkage Dalam Aliran Ekonomi



Flow Dan Linkage Dalam Aliran Ekonomi

Nama  : Malicha Aulia Zatalini
NPM   : 2421401
Kelas   : SMAK06-3
Ujian Teori Ekonomi

Dalam ilmu ekonomi, kebocoran adalah penggunaan non-konsumsi pendapatan, termasuk tabungan, pajak, dan impor. Dalam injeksi-kebocoran atau aliran melingkar Model Keynesian, kebocoran yang dikombinasikan dengan suntikan untuk mengidentifikasi keseimbangan keluaran agregat. Model ini terbaik dilihat sebagai aliran sirkuler antara pendapatan nasional, output, konsumsi, dan pembayaran faktor. Tabungan, pajak, dan impor "bocor" keluar dari aliran utama, mengurangi uang yang tersedia di seluruh perekonomian. Barang-barang impor adalah salah satu cara ini mungkin terjadi, mentransfer uang yang diperoleh di negara itu untuk satu sama lain.
Dalam ekonomi yang melakukan perdagangan luar negeri, aliran pendapatan dan pengeluaran dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila aliran aliran pendapatan dan pengeluaran diperhatikan maka akan didapati bahwa aliran yang berlaku dalam perekonomian terbuka adalah berbeda dengan perekonomian tiga sector sebagai akibar dari wujudnya kegiatan ekspor dan impor.
Penerimaan export akan menaikan pendapatan dan selanjutnya akan menaikan aggregate demand. Jadi pengaruh export sama seperti pegaruh yag bersifat autonompus lainnya terhadap pendapatan nasional. Kenaikan dalam export akan menaikan permintaan akan barang dan jasa.
Untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa terutama barang modal untuk investasi menyebabkan import akan meningkatkan pula. Jadi kenaikan import akan menambah barang dan jasa yang tersedia di pasar.
Pengeluaran untuk import ini mengakibatkan terjadinya aliran pendapatan ke luar negeri dan ini merupakan kebocoran terhadap aliran pendapatan nasional. Dengan demikian import merupakan fungsi dari pendapatan. Fungsi import dapat ditulis dengan sebuah persamaan:

Mo + mY
Keterangan :
Mo      = tingkat import yang bersifat otomous.
M        = prosentase tertentu (%) dari setiap kenaikan pendapatan yang digunakan untk membiayai import.

            Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa baik export maupun import mempunyai pengaruh terhadap tingkat pendapatan keseimbangan, melalui proses multipliernya, dimana export merupakan injeksi (injection) dan import merupakan kebocoran (leakage) dalam aliran pendapatan nasional.
Syarat keseimbangan menghendaki injeksi harus sama besarnya dengan kebocoran.
Dengan demikian jika variable export dan import dalam penentuan tingkat pendapatan keseimbangan dapatlah diuraikan sebagai berikut:

1.     Pengaruh Export terhadap Import
Penerimaan export akan meningkatkan pendapatan dan selanjutnya menaikan aggregate demand. Kenaikan aggregate demand meningkatkan permintaan akan barang dan jasa. Hal ini mendorong import menjadi naik. Misalkan export naik sebesar Δx dan menyebabkan pendapatan naik sebesar.
Δy =     1/1-b+m        ΔX =     ΔX /1-b+m

             
Pajak propotional menurunkan nilai MPC product Nasional dan selanjutnya memperkecil nilai dan atau effect multipliernya. Dengan demikian bila dalam suatu perekonommian diberlakukan pajak propotional maka menjadikan perekonomian yang bersangkutan tidak sensitive terhadap perubahan aggregate demand, karena besarnya pungutan pajak tersebut tergantung kepada besarnya tingkat pendapatan masyarakat.
Dalam teori ekonomi pajak merupakan kebocoran dalam aliran perekonomian. Jadi kenaikkan pendapatan masyarakat yang selanjutnya meningkatkan aggregate demand, dapat diimbangi oleh kebocoran yang disebabkan oleh bertambah besarnya pungutan pajak propotinal. Dengan demikian pajak propotional seperti pajak pendapatan dapat berfungsi sebagai built in atau dapat menstabilkan gerakan (konjungtur) perekonomian.
Bila terjadi gerakan menaik (konjungtur menaik) maka pendapatan cenderung akan meningkat seterusnya pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat yang akan menyebabkan aggregate demand naik. Situasi ini cenderung menjadikan perekonomian menuju kepada situasi inflasi.
Tetapi kenaikan pendapatan masyarakat yang diiringi dengan bertambah besarnya pungutan pajak membawa pengaruh kenaikan aggregate demand dapat distabilikan. Dengan demikian kecenderungan inflasi dapat dihilangkan paling tidak dapat ditekan seminimal mungkin.
Sebaliknya bila perekonomian dalam gerakan menurun (konjungtur menurun), yang cenderung menuju deflasi, pajak propotional dapat menstabilkan gerakan ekonomi tersebut.
Pada situasi ini penurunan pendapatan diimbangi oleh turunnya pungutan pajak membawa pengaruh kepada turunnya aggregate demand dapat tercegah/tertahan dan selanjutnya naik kembali. Karena adanya kenaikan pengeluaran konsumsi masyarakat yang disebabkan oleh turunnya pungutan pajak yang akhirnya kecenderungan deflasi dapat tercegah dengan sendirinya.


Sumber :