Selasa, 08 April 2014

Arsitektur Perbankan Indonesia


Arsitektur Perbankan Indonesia


Dunia perbankan di Indonesia sedang mengalami perkembang yang signifikan, dimulai dari berdirinya Bank Indonesia sebagai bank sentral dan kemudian diikuti dengan berdirinya bank-bank yang lain sebagai bank swasta yang melengkapi fungsi-fungsi dari bank lain. Awal dari kegiatan perbankan dimulai dengan kegiatan transaksi barang atau jasa dengan pertemuan langsung dan dikenal dengan istilah barter. Dengan berkembangnya kegiatan ini, sekarang transaksi sudah ada perantaranya yaitu lembaga keuangan.
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) adalah kerangka dasar system perbankan Indonesia yang diluncurkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industry perbankan untuk rentan waktu lima sampai sepuluh mendatang. API diluncurkan sebagai salah satu upaya pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih pemerintah sesuai dengan Inpres no. 5 tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh araj kebijakan pengembangan industry perbankan Indonesia kedepan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangin kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih pemerintah sesuai dengan Inpres no. 5 tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

 Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API.  Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional.  Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta  pengembangan UMKM.

Salah satu dampak dari peluncuran API, maka bank umum mulai terpacu dengan waktu untuk memenuhi modal minimum 100 miliyar.  Bank Indonesia sudah menetapkan bajwa pada tahun 2008, bank umum sudah harus mempunyai modal minimum 80 miliyar, selanjutnya akan dinaikan menjadi 100 miliyar dan harus dipenuhi pada akhir tahun 2010. Arsitektur perbankan Indonesia (API) memiliki visi, antara lain : 
1.     Menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien
2.    Menciptakan kestabilan sistem keuangan,
3.    Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
4. Krisis ekonomi di Indonesia mulai pertengahan 1997 telah menimbulkan kesadaran bahwa API adalah kebutuhan yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan.

Bank Indonesia menargetkan pada akhir implementasi API, jumlah bank di Indonesia paling banyak 58 bank yang terdiri dari 2-3 bank internasional dengan modal diatas 50 triliun, 3-5 bank nasional dengan modal diatas 10-50 triliun, dan 30-50 bank yang kegiatannya terfokus pada segmen usaha tertentu, dengan modal antara 100 miliyar-10 triliun. Sampai saat ini jumlah bank umum di Indonesia adalah sebanyak 132 bank. Untuk mempermudah pencapaian API dan menjalankan visinya maka Bank Indonesia menetapkan enam sasaran yang ingin dicapai yang dituangkan ke dalam enam pilar yang saling terkait satu sama lain, yaitu:


1.     Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2.    Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
3.   Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4.   Menciptakan good corporate goervenance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. Salah satu kegiatan dalam dalam program API pilar ke-5 ini adalah rencana pembentukan Credit Bureau yang kemudian diberi nama Biro Informasi Kredit
6.    Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.


Setelah menetapkan visi dan sasaran yang akan dicapai oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia juga tidak lupa untuk melihat tantangan yang akan melanda dalam proses membangun perbankan di Indonesia, seperti :
·         Pertumbuhan Kredit perbankan yang masih rendah.
·         Struktur Perbankan yang belum Optimal.
·         Pemenuhan Kebutuhan layanan perbankan yang masih kurang.
·         Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan.
·         Kapabilitas perbankan yang masih lemah.
·         Profitabilitas dan efisiensi bank yang tidak mampu bertahan.
·         Perlindungan nasabah yang masih harus  ditingkatkan.
·         Perkembangan teknologi Informasi.

Secara keseluruhan, struktur perbankan Indonesia dalam kurun waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan diharapkan akan terbentuk sebagaimana digambarkan sebagai berikut:


Tahapan Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
No
Kegiatan (Pilar I)
Periode Pelaksanaan
1
Memperkuat permodalan Bank


a.
Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar
2007

b.
Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar
2010

c.
Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp3 triliun untuk pendirian bank umum konvensional sampai dengan 1 Januari 2011
2004-2010

d.
Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk pendirian bank umum syariah
2005

e.
Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.
2006

f.
Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal disetor BPR yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008
2008
2
Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.


a.
Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR
2007

b.
Implementasi program aliansi strategis lembaga keuangan syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam rangka pengembangan UMKM
2007

c.
Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali
2006-2007

d.
Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah memenuhi persyaratan
2004-2006

e.
Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk Lembaga APEX )
2006-2007
3
Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM


a.
Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit dan pembiayaan
2004-2007

b.
Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada UMKM khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan di daerah perdesaan
2004-2009

c.
Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM dengan pengembangan skema jaminan bagi pembiayaan syariah
2010

d.
Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan berbasis bagi hasil
2010

Sudah dulu ya pembahasan tentang arsitektur perbankan indonesianya J.


Referensi :
E.S, Margianti., Budi Hermana (2011). Manajemen Dana Bank Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Gunadarma


Metode Perhitungan Biaya Dana Bank


Metode Perhitungan Biaya Dana Bank


Kita akan menghitung perhitungan biaya dana bank pada salah satu yang ada, yaitu bank A. Data ini diambil dari laporan keuangan triwulan bank A. (Data dalam jutaan rupiah)

  • Cost of Mixed Fund (CoF)

Beban bunga           = 2.487.970
Dana pihak ketiga   = Giro + Tabungan + Simpanan Berjangka
                             = 8.220.336 + 13.045.243 + 29. 501.327
                             = 51.126.906
  •  Cost of Money (CoM)

Beban bunga                    = 2.487.970
Biaya operasional lainnya = 2.059.595
Dana pihak ketiga            = Giro + Tabungan + Simpanan Berjangka
                                      = 8.220.336 + 13.045.243 + 29. 501.327
                                      = 51.126.906


   Cost of Loanable Fund (CoL)

Beban bunga                                          = 2.487.970
Biaya operasional lainnya                       = 2.059.595
Unloanablefund (total aktiva produktif) = 61.880.877
Dana pihak ketiga                                 = Giro + Tabungan + Simpanan Berjangka
                                                           = 8.220.336 + 13.045.243 + 29. 501.327
                                                           = 51.126.906

  • Cost of Operable Fund (CoP)

Beban bunga                    = 2.487.970
Biaya operasional lainnya = 2.059.595
Biaya produktif               = Surat Berharga + Kredit + Penyertaan
                                      = 8.070.222 +  42.839.716 + 194.243
                                      = 51.104.181



Referensi :
E.S, Margianti., Budi Hermana (2011). Manajemen Dana Bank Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Gunadarma



Cost of Fund

Cost of Funds



Biaya dana adalah biaya yang harus dibayar oleh suatu lembaga keuangan atau bank atas pengguna uang yang sumbernya dari pihak lain (nasabah atau bank); biaya dana dalam suatu bank merupakan dasr penetapan suku bunga kredit setelah memperhitungkan keuntungan yang diharapkan termasuk biaya administrasi dan biaya-biaya lain (cost of funds). Definis lain juga menyebutkan biaya dana adalah cost of funds yaitu biaya yang harus dibayar oleh suatu lembaga keuangan bank atas penggunanya yang sumbernya dari pihak lain, biaya dana dalam suatu bank merupakan dasar penetapan suku bunga kredit setelah memperhitungkan keuntungan atau laba yang diharapkan termasuk biaya administrasi dan biaya-biaya lain. Berikut adalah pengertian dari beberapa ahli :

  • Menurut Rachmat Firdaus (2001:6) dalam bukunya ”Manajemen Dana Bank” menjelaskan bahwa : “Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan.”
  • Menurut Malayu S.P.Hasibuan (2006:56) dalam bukunya Dasar-Dasar Perbankan, mengemukakan bahwa : “Dana Bank adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya”.
  • Menurut Dahlan Siamat (2004:122) dalam bukunya Manajemen Lembaga Keuangan, menyatakan bahwa : “Biaya dana pada dasarnya adalah biaya bunga yang dibayarkan oleh bank atas keseluruhan dana yang dihimpun dari berbagai sumber. Cost of fund dimaksudkan sebagai biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirment”. 
  • Menurut Kasmir (2008:135) dalam bukunya Bank Dan Lembaga Keuangan lainnya, mengatakan : “Biaya dana merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Total biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana yang diinginkan, semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan, semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya".
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya dana (cost of fund) yang harus dikeluarkan oleh bank, tergantung berapa besar dana yang berhasil dihimpunnya serta berapa besar ketentuan suku bunganya. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dana menurut Rachmat Firdaus, antara lain :
1. Tingkat suku bunga yang dibayar
2. Komposisi dari portfolio sumber dana
3. Ketentuan mengenai cadangan wajib minimum (reserve requirment)
4. Biaya pelayanan untuk mendapatkan dana (service cost) 
5. Pajak atas bunga
6. Tingkat efisiensi

Biaya dana bank pada prinsipnya sama saja dengan biaya produksi per unit yang dijual di industry manufaktur. Tetapi barang yang dijual oleh perbankan adalah uang. Salah satu faktor produksi bank adalah biaya bunga yang ditawarkan ke masyarakat agar mau menyimpan dananya di bank. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung biaya dana bank adalah :
  • Cost of Mixed Fund (CoF), nilai COF relatif paling lebih rendah, karena yaitu hanya memperhitungkan biaya bunga saja dan tanpa memperhatikan klasifikasi penggunaan dananya.
  • Cost of Money (CoM). nilai COM, nilai yang lebih besar karena membebankan biaya overhead (biaya operasional, gaji karyawan, dan biaya lain) pada biaya dana atau dengan kata lain biaya overhead akan dibebankan kepada nasabah yang meminta kredit (debitur).
  • Cost of Loanable Fund (CoL), COL nilainya relatif lebih tinggi karena beban dana unloanable fund atau idle money dibebankan kepada nasabah debitur.
  • Cost of Operable Fund (CoP), COP nilainya relatif lebih tinggi karena beban dana unloanable fund atau idle money dibebankan kepada nasabah debitur.

Referensi :
http:..husaeri_priatna.blogspot.com/2012/08/dana-dan-biaya-dana-cost-of-fund.html
http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/biaya_dana.aspx
http://www.kartika.staff.gunadarma.ac.id/downloads
E.S, Margianti., Budi Hermana (2011). Manajemen Dana Bank Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Gunadarma


Kesehatan Bank

Kesehatan Bank



Dalam mencapai dan memenuhi tujuan dari Bank Indonesia diperlukan pengaturan dan pengawasan yang dilakukan terhadap bank-bank yang ada agar bank-bank  dapat stabil. Menurut Undang-Undnag Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagai lembaga Negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Keberadaan bank sentral yang independen merupakan suatu prasyarat untuk dapat dilakukannya pengendalian moneter yang efektif dan efisien, dan dapat dilihat dari dikeluarkannya keputusan Presiden no. 23 tahun 1998 tentang Pemberian Wewenang Kebijakan Moneter Kepada Bank Indonesia serta Instruksi Presiden no.4 tahun 1998 tentang Pembentukan Kepanitian untuk Menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Kemandirian Bank Sentral.

Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan tersebut mencakup :

·      Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendir
·      Kemampuan mengelola dana
·      Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain
·        Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku 

Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1.  Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2.  Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4.  Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

Penilaian kesehatan bank umum yang baru mulai diberlakukan dasar hukumnya adalah  Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. PBI tersebut menggantikan PBI sebelumnya Nomor No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang telah berlaku selama hampir tujuh tahun. Petunjuk teknis pelaksanaanya mengacu ke Surat Edaran Bank Indonesia No.13/ 24 /DPNP tanggal 25 Oktober 2011.

Salah satu peraturan perbankan yang paling penting dan sebagai hasil dari aspke pengaturan dan pengawasan perbankan yang menunjukan kinerja perbankan nasional adalah tata cara penilaian kesehatan bank. Tatacara penilaian kesehatan bank ini secara umum telah mengalami perubahan sejak peraturan pertama kali diberlakukan pada tahun 1999 (CAMEL). Selanjutnya perarturan tersebut diubah pada tahun 2004 menjadi CAMELS. 

Sesuai Surat Edaran BI No. 6/23/DPNP 31 Mei 2004 dan Peraturan BI No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor yang terdiri dari :

1.     Permodalan (capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap kententuan yang berlaku
b.    Komposisi permodalan
c.    Tren ke depan/proyeksi KPMM
d.    Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank
e.    Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
f.    Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
g.    Akses kepada sumber permodalan
h.    Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan

2.    Kualitas aset (asset quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan total aktiva produktif
b.    Debitur inti kredit di luar pihak dibandingkan dengan total kredit
c.    Perkembangan aktiva produktif bermasalah (nonperfoming asset) dibandingkan aktiva produktif
d.    Tingkat kecukupan pembentukan Penyisishan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
e.    Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif
f.    Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif
g.    Dokumen aktiva produktif
h.    Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah

3.    Manajemen (management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Manajemen umum
b.    Penerapan sistem manajemen risiko
c.    Kepatutan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia atau pihak lainnya

4.    Rentabilitas (earning)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain diakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Pengembalian atas aktiva (return on assets-ROA)
b.    Pengembalian atas ekuitas (return on equity-ROE)
c.    Margin bunga bersih (net interest margin-NIM)
d.    Biaya perasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
e.    Pertumbuhan laba operasional
f.    Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g.    Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
h.    Prospek laba operasional

5.    Likuiditas (liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain diakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
b.    1-month maturity mismatch ratio
c.    Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to depotsit ratio-LDR)
d.    Proyeksi arus kas 3 bulan mendatang
e.    Ketergantungan pada dana antarbank dan deposan inti
f.    Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (asset and  liabilities management-ALMA)
g.    Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber sumber penerimaan lainnya
h.    Stabilitas dana pihak ketiga (DPK)

6.    Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas antara lain diakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.    Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potensi kerugian (potensial loss) sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga
b.    Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar
c.    Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar

Struktur atau komponen penilaian bank yang lama tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 serta ketentuan pelaksanaannya sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Semua komponen pada CAMELS 2004 lebih mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk. Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating System. Tatacara CAMEL secara umum adalah sebagai berikut :




  
Sebelum CAMELS, kita mengenal cara yang lebih “jadul” lagi yaitu CAMEL yang berlaku mulai tahun 1991 berdasarkan Surat Edaran BI No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Pada CAMEL, sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaiaj untuk setiap parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Indikator pada CAMEL tersebut juga sangat sederhana, yaitu:
1.     Penilaian “Capital” hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko”;
2.    Penilaian “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif bank dengan menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan”;
3.    Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas;
4.    Penilaian “Earning” menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba terhadap total aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional); dan
5.    Penilaian “Liquidity” menggunakan LDR  yaitu “rasio kredit terhadap dana yang diterima” dan “Rasio kewajiban call money bersih terhadap aktiva lancar”
Perhitungan pada RGEC berbeda dengan metode CAMELS karena terdapat komonen “R”, yaitu Risk Profile. Contoh penjelasan untuk sebagian indicator penilaian untuk factor risiko kredit yaitu sbagai berikut.


Dengan metode RGEC nilai rasio belum menentukan nilai akhirnya. Untuk menentukan nilai akhirnya, kita dapat menggunakan matriks dua dimensi penilaian peringkat profil risiko versi RGEC. Kedua dimensi ini saling berhunbungan dan mempengaruhi.
Peringkat kesehatan bank dengan metode RGEC.


Sudah ya pembahasan mengenai kesehatan banknya J.

Referensi :
E.S, Margianti., Budi Hermana (2011). Manajemen Dana Bank Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Gunadarma