Kesehatan Bank
Dalam mencapai dan memenuhi tujuan dari Bank Indonesia
diperlukan pengaturan dan pengawasan yang dilakukan terhadap bank-bank yang ada
agar bank-bank dapat stabil. Menurut
Undang-Undnag Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah bank sentral Republik
Indonesia sebagai lembaga Negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Keberadaan bank
sentral yang independen merupakan suatu prasyarat untuk dapat dilakukannya
pengendalian moneter yang efektif dan efisien, dan dapat dilihat dari
dikeluarkannya keputusan Presiden no. 23 tahun 1998 tentang Pemberian Wewenang
Kebijakan Moneter Kepada Bank Indonesia serta Instruksi Presiden no.4 tahun
1998 tentang Pembentukan Kepanitian untuk Menyusun Rancangan Undang-Undang
tentang Kemandirian Bank Sentral.
Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan
suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan
suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan
tersebut mencakup :
· Kemampuan menghimpun dana
dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendir
· Kemampuan mengelola dana
· Kemampuan untuk
menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain
· Pemenuhan peraturan
perbankan yang berlaku
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai
berikut:
1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan
untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian
izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian
izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu
kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan
perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa
perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan
melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan
bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat
praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.
Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti
laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi
lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat
menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
4. Kewenangan
untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction),
yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi
ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai
dengan asas perbankan yang sehat.
Penilaian kesehatan bank
umum yang baru mulai diberlakukan dasar hukumnya adalah Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. PBI tersebut menggantikan PBI sebelumnya Nomor No.
6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang telah
berlaku selama hampir tujuh tahun. Petunjuk teknis pelaksanaanya mengacu ke
Surat Edaran Bank Indonesia No.13/ 24 /DPNP tanggal 25 Oktober 2011.
Salah satu peraturan perbankan yang paling penting dan sebagai
hasil dari aspke pengaturan dan pengawasan perbankan yang menunjukan kinerja
perbankan nasional adalah tata cara penilaian kesehatan bank. Tatacara penilaian
kesehatan bank ini secara umum telah mengalami perubahan sejak peraturan
pertama kali diberlakukan pada tahun 1999 (CAMEL). Selanjutnya perarturan
tersebut diubah pada tahun 2004 menjadi CAMELS.
Sesuai Surat Edaran BI No. 6/23/DPNP 31 Mei 2004 dan Peraturan
BI No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian
terhadap faktor-faktor yang terdiri dari :
1.
Permodalan (capital)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.
Kecukupan pemenuhan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap kententuan yang berlaku
b.
Komposisi permodalan
c.
Tren ke depan/proyeksi KPMM
d.
Aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan modal bank
e.
Kemampuan bank memelihara
kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
f.
Rencana permodalan bank
untuk mendukung pertumbuhan usaha
g.
Akses kepada sumber
permodalan
h.
Kinerja keuangan pemegang
saham untuk meningkatkan permodalan
2.
Kualitas aset (asset
quality)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor aset antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.
Aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan total aktiva produktif
b.
Debitur inti kredit di
luar pihak dibandingkan dengan total kredit
c.
Perkembangan aktiva
produktif bermasalah (nonperfoming asset) dibandingkan aktiva produktif
d.
Tingkat kecukupan pembentukan Penyisishan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP)
e.
Kecukupan kebijakan dan
prosedur aktiva produktif
f.
Sistem kaji ulang (review) internal
terhadap aktiva produktif
g.
Dokumen aktiva produktif
h.
Kinerja penanganan aktiva
produktif bermasalah
3.
Manajemen (management)
Penilaian terhadap faktor
manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut :
a.
Manajemen umum
b.
Penerapan sistem
manajemen risiko
c.
Kepatutan bank terhadap
ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia atau pihak
lainnya
4.
Rentabilitas (earning)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain diakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.
Pengembalian atas aktiva
(return on assets-ROA)
b.
Pengembalian atas
ekuitas (return on equity-ROE)
c.
Margin bunga
bersih (net interest margin-NIM)
d.
Biaya perasional
terhadap pendapatan operasional (BOPO)
e.
Pertumbuhan laba
operasional
f.
Komposisi portofolio
aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g.
Penerapan prinsip
akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
h.
Prospek laba operasional
5.
Likuiditas (liquidity)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain diakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.
Aktiva likuid kurang dari
1 bulan dibandingkan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
b.
1-month maturity
mismatch ratio
c.
Rasio pinjaman terhadap
dana pihak ketiga (loan to depotsit ratio-LDR)
d.
Proyeksi arus kas 3 bulan
mendatang
e.
Ketergantungan pada dana
antarbank dan deposan inti
f.
Kebijakan dan pengelolaan
likuiditas (asset and liabilities management-ALMA)
g.
Kemampuan bank untuk
memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber sumber
penerimaan lainnya
h.
Stabilitas dana pihak
ketiga (DPK)
6.
Sensitivitas terhadap
risiko pasar (sensitivity to market risk)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas antara lain diakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a.
Modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potensi
kerugian (potensial loss) sebagai akibat fluktuasi (adverse movement)
suku bunga
b.
Modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potensi
kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar
c.
Kecukupan penerapan
sistem manajemen risiko pasar
Struktur atau komponen penilaian bank
yang lama tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 serta ketentuan pelaksanaannya sesuai Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Semua komponen pada CAMELS 2004 lebih
mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari
Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to
Market Risk. Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan
CAMELS Rating System. Tatacara CAMEL secara umum adalah sebagai berikut :
Sebelum CAMELS, kita mengenal cara
yang lebih “jadul” lagi yaitu CAMEL yang berlaku mulai tahun 1991 berdasarkan
Surat Edaran BI No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Pada CAMEL, sebagian
besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus-rumus matematika dan
sistem scoring dari hasil penilaiaj untuk setiap parameter, yaitu dengan skala
0 sampai 100. Indikator pada CAMEL tersebut juga sangat sederhana, yaitu:
1. Penilaian “Capital” hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu
CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang
menurut risiko”;
2. Penilaian “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif
bank dengan menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang
diklasifikasikan terhadap aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan
aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan”;
3. Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup
manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas,
dan manajemen likuiditas;
4. Penilaian “Earning” menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba
terhadap total aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional); dan
5. Penilaian “Liquidity” menggunakan LDR yaitu “rasio kredit
terhadap dana yang diterima” dan “Rasio kewajiban call money bersih terhadap
aktiva lancar”
Perhitungan pada RGEC berbeda dengan metode CAMELS karena terdapat
komonen “R”, yaitu Risk
Profile. Contoh penjelasan untuk sebagian indicator penilaian untuk factor
risiko kredit yaitu sbagai berikut.
Dengan metode RGEC
nilai rasio belum menentukan nilai akhirnya. Untuk menentukan nilai akhirnya,
kita dapat menggunakan matriks dua dimensi penilaian peringkat profil risiko
versi RGEC. Kedua dimensi ini saling berhunbungan dan mempengaruhi.
Peringkat kesehatan bank dengan metode RGEC.
Sudah ya pembahasan mengenai
kesehatan banknya J.
Referensi :
E.S, Margianti., Budi Hermana
(2011). Manajemen Dana Bank Prinsip dan
Regulasi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar